Newsils.com || Surabaya – Puluhan massa yang tergabung dan Aliansi Korban Surat Ijo menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kejaksaan Tinggi(Kejati)Jawa Timur,Senin 23/9/25. Mereka menuntut Kejati Jatim turut memberikan rekomendasi penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL)milik Pemerintah Kota Surabaya.
Dalam orasinya,para pengunjuk rasa menegaskan tuntutannya agar Kejati Jawa Timur merekomendasikan pemberlakuan HGB diatas HPL sesuai dengan Diktum Keenam SK HPL nomor 53/HPL/BPN/97 ,yang hingga kini masih ada dan berlaku.
Mereka juga menyampaikan tuntutannya pada pasal 101 peraturan Pemerintah nomor tahun 2021,yang memberi landasan hukum bagi masyarakat pemegang surat ijo untuk memperoleh kepastian hak atas tanah yang mereka tempati.
“Kami hanya menuntut hak kami sesuai peraturan yang berlaku SK HPL nomor 53/HPL/BPN/97 masih sah,dan pasal 101 PP 18/2021 jelas memberikan payung hukum agar masyarakat dapat mengurus HGB di atas HPL,” ujar salah satu perwakilan massa yang dalam orasi.
Aliansi kami meminta dan memohon salinan kepada Kejati Jatim bisa Legal Opinion ( LO ) yang dibuat Oleh Jaksa Pengacara Negara pada Tahun 2015 yang lalu dimana didalam LO tersebut menyarankan kepada Pemkot Surabaya untuk menjalankan PUTUSAN PENGADILAN YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP.
Alhasil aksi yang berlangsung damai itu mendapat pengamanan ketat aparat kepolisian. Hingga berita ini diturunkan,agar pihak Kejati Jatim belum memberikan keterangan resmi terkait tuntutan massa.
“Warga surat ijo menolak survey pendataan pemerintah kota,warga di wilayah Pucang Anom Surabaya merasa kuatir dengan pendataan yang dilakukan Pemkot melalui kelurahan atau Kecamatan, saleh menyebut bahwa dalam dasar hukum warga disebut kan SK HPL nomor 53 tahun 1997,yang menurut mereka,”harus dan wajib dilakukan sesuai Diktum Diktum nya,dan tidak pernah dituangkan ke dalam Perda dan Perwali.
Ia menolak bahwa izin pemakaian tanah (IPT)yang diberikan masyarakat bila diganti lngsung jadi HGB di atas HPL lewat Perda jadi HGB di atas HPL lewat Perda nomor 7 tahun 2023 karena menurut warga IPT bukanlah Hak atas tanah , sedangkan HGB atas HPL adalah bagian dari hak atas tanah. Penolakan Perda no 7 tahun 2023 jika Perda itu dijadikan dasar untuk memberi HGB atas HPL tapi masih banyak hal yang tidak jelas secara regulasi dan legalitas.
DPRD Surabaya melalui DPRD komisi A menyebutkan empat langkah agar aset aset dengan status Surat Ijo bisa dikeluarkan dari Simbada Kota. Salah satu solusi adalah dengan memberikan HGB di atas HPL kepada warga, dengan batas waktu tertentu, sebagai jalan penyelesaian.
Namun kenyataannya, DPRD Surabaya juga mengingatkan bahwa pengeluaran aset dari Simbada harus dilakukan sesuai prosedur(jual beli,hibah,tukar- menukar/ruislag),agar tidak menimbulkan potensi kerugian Negara.
Disini lah seharusnya Kejati Jatim harus bisa pula memberi” rekomendasi HGB di atas HPL sesuai Diktum Keenam SK HPL no. 53/HPL/BPN/97″dalam konteks demo aliansi Korban Surat Ijo. Sult